Sunday, January 31, 2010

Rahasia Anak Berprestasi

Hari-hari ini kita melihat perkembangan dunia pendidikan begitu cepat. Dengan didukung oleh kemajuan teknologi yang pesat, informasi terbuka luas untuk kita akses. Fenomena ini membuat kita kagum, tetapi sebagai orang tua, kita juga kuatir, apakah anak-anak kita dapat berprestasi? Apakah anak-anak kita mampu bersaing? Sebagian orang tua menggenjot nilai anak-anaknya dengan les atau mengisi sebanyak mungkin informasi ke sel otak anak. Samapai-sampai tidak ada lagi celah bagi anak-anak mengembangkan kreativitas dan keterampilan hidup dan tidak tersisa lagi waktu untuk melakukan kegiatan kebersamaan antara orang tua dan anak.

Reader's Digest Indonesia edisi Agustus 2008 menulis, bahwa di Filipina, hanya 61% anak mampu menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas. Nilai ilmu pengetahuan dan matematika para pelajar di tingkat ke enam pun relatif rendah. Anak-anak di Singapura, yang meraih tinggi di kejuaraan internasional bidang matematika dan sains, juga mulai wajib menggenkot ketertinggalan di bidang kreativitas dan wirausaha.

Sudah banyak studi yang mengatakan bahwa faktor paling konsisten dalam pencapaian prestasi anak adalah lingkungan rumah da keterlibatan orang tua. Dukkungan orang tua tercipta melalui menyediakan waktu kebersamaan dengan anak-anak, tetapi adakalnya ada kata-kata yang biasa kita ucapkan, tetapi dapat melukai secara emosi dan psikologis. Salah satu cara kita dapat mewujudkan lingkungan tersebut adalah dengan menggantikan kata-kata yang merusak atau melukai dengan kata-kata yang membangun karakter.

Kata-kata seperti,"Kamu harus bangga karerna usaha kamu.", Jangan mengunakan, "Tidak usah dipikrkan. Lupakan saja", tetapui pakai kata-kata seperti,"Papa paham kamu sedang kesal dan marah, mau cerita ke Papa, kan?" Anak-anak perlu mengekspresikan perasaannya, jadi berikan rasa nyaman untuk bercerita dan dorong mereka untuk meresponinya dengan baik.

Setiap anak diciptakan Tuhan unik adanya. Meski dibesarkan dalam keluarga yang sama, oleh orang tua yang sama, tetapi anak-anak tidak mengalami pemenuhan kebutuhan akan kasih yang sama, karena setiap anak memiliki bahasa kasih yang berbeda-beda.

1. Sentuhan fisik adalah bahasa kasih yang paling mudah digunakan tanpa syarat dalam keluarga, seperti menepuk pundak, menggandeng, merangkul, memeluk dan sebagainya, yang penerapannya dapat berbeda menurut usia dan jenis kelamin.

2. Kata-kata penegas sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan seorang anak, tetapi bagi anak dengan bahasa kasih kata-kata penegas, kata-kata yang diucapkan oleh orang tuanya adalah 'penentu" bagi barometer emosinya.

3. Sekalipun setiap anak mengharapkan kebersamaan dengan orang tuanya, tetapi anak-anak dengan bahasa kasih waktu berkualitas membutuhkan lebih daripada anak-anak dengan bahasa kasih lainnya. Memberikan waktu berkualitas berarti memberikan perhatian yang terfokus dan tidak terbagi dengan yang lain, dapat dinyatakan melalui kontak mata, berbagi pikiran dan perasaan, bercerita, atau melakukan sesuatu bersama-sama.

4. Anak-anak dengan bahasa kasih hadiah merasa dirinuya dicintai bila orang tua memberi hadiah kepada mereka, tetapi bukan hadiah yang diberikan oleh orang tua untuki menggantikan keterlibatan mereka secara pribadi karena sibuk.

5. Anak dengan bahasa kasih layanan akan merasa dikasihi jika dibantu, diajari, dan senantaisa hadir disaat mereka membutuhkan. walaupun perhatian seperti ini yang dibutuhkan, tetapi nampaknya seperti memanjakan dan tidak membuat anak mandiri. Oleh sebab itu, orang tua harus melakukannya sesuai dengan tingkat usia anak-anaknya.